![]() |
Eni Maulani Saragih (Foto: iNews.id) |
"KPK telah menerima pengembalian uang kembali dari terdakwa Eni M. Saragih sebesar Rp500 juta yang diakui sebagai bagian dari penerimaan gratifikasi. Pengembalian tersebut dilakukan terdakwa melalui rekenung penampungan pada 30 Januari 2019," kata Juru Bicara KPK Febri Diansyah melalui pesan singkat, Jumat (1/2/2019).
Pengembalian tersebut, dia mengungkapkan, akan dimasukkan jaksa penuntut umum (JPU) sebagai tambahan bukti dalam berkas perkara yang saat ini sedang berjalan. Hingga saat ini, mantan aktivis ICW ini menjelaskan, Eni masih berupaya mengangsur pengembalian uang yang diterimanya dalam kasus PLTU Riau-1.
Dalam surat dakwaan Eni diduga menerima suap sebesar Rp4,75 miliar dan menerima gratifikasi sebesar Rp5,6 miliar serta 40.000 dolar Singapura dari berbagai perusahaan.
"Total pengembalian uang oleh Eni sejak penyidikan adalah Rp4.050.000.000 dan 10.000 dolar Singapura. Uang yang dikembalikan diakui sebagai bagian dari suap dan gratifikasi yang diterima yang bersangkutan," ujar Febri.
Dalam surat dakwaan, jaksa menjelaskan Eni diduga menerima gratifikasi sebesar Rp5,6 Miliar dan 40.000 dolar Singapura yang diberikan empat orang dari perusahan swasta yang bergerak di bidang migas.
Febri mengungkapkan, Eni belum mengembalikan uang sebanyak Rp5,1 miliar dan 40.000 dolar Singapura. Meskipun demikian, KPK menghargai sikap koperatif dari politikus Partai Golkar itu. Sikap Eni tersebut, akan dipertimbangkan sebagai aspek yang meringankan dalam perkaranya.
Uang gratifikasi itu diduga bersumber dari Direktur PT Smelting, Prihadi Santoso yang memberikan Rp250 juta, Direktur PT. One Connect Indonesia (OCI), Herwin Tanuwidjaja sebesar Rp100 juta dan 40.000 dolar Singapura, dan Presdir PT. Isargas, Iswan Ibrahim yang memberikan Rp250 juta.
Sedangkan, pemilik PT. Borneo Lumbung Energi dan Metal, Samin Tan memberikan dana yang paling besar yaitu sebesar Rp5 miliar. Pemberian uang tersebut diberikan atas jasa Eni yang telah membantu keempat perusahaan itu untuk memfasilitasi kepentingan mereka, seperti mendapatkan izin impor.
Pemberian total uang gratifikasi dilakukan secara bertahap melalui transaksi perbankan dan melalui perantara pihak ketiga. "Terdakwa tidak pernah melaporkan ke Komisi Pemberantaran Korupsi sampai dengan batas waktu 30 hari kerja sebagaimana yang dipersyaratkan," kata jaksa.
Atas perbuatannya, Eni dikenakan Pasal 12 B ayat (1) Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana telah diubah dengan Undang-undang Nomor 20 Tahun 2001 tentang Perubahan atas Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 Tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi jo Pasal 65 ayat (1) KUHAP.
sumber: iNews.id