SUARAaktual.co | Palu - Lima bulan pascabencana gempa bumi, likuifaksi dan tsunami yang melanda Kota Palu, Sulawesi Tengah (Sulteng), sedikitnya 40.000-an warga masih bertahan di tenda-tenda pengungsian. Lokasinya tersebar di seluruh wilayah ibu kota provinsi tersebut.
Anggota DPRD Kota Palu Yopie Kekung membenarkan jumlah pengungsi yang berada di beberapa titik penampungan masih cukup banyak. Mereka saat ini masih mendapat perhatian dan prioritas penanganan dari pemerintah setempat.
"Masalah pengungsi masih merupakan perhatian serius dari Pemerintah Kota (Pemkot) Palu," ujar Yopie, Senin (11/2/2019).
Dia menjelaskan, selain memperhatikan kebutuhan pangan, pendidikan dan kesehatan, pemerintah juga membantu penyelesaian data, baik kerusakan bangunan, korban jiwa maupun hilang.
Semua korban, termasuk yang rumahnya rusak ringan sekalipun dipastikan mendapatkan bantuan dana dari pemerintah. Begitu pula halnya dengan ahli waris korban yang meninggal dan hilang akibat bencana alam gempa bumi, tsunami dan likufaksi.
Yopie meminta warga yang belum terdata rumahnya yang rusak untuk proaktif melapor ke kelurahan setempat atau langsung ke pihak PUPR. Demikian juga dengan korban meninggal atau hilang. "Silahkan laporkan siapa tahu datanya belum masuk," ucapnya.
Diketahui, bencana alam yang terjadi di Palu, Donggala, Sigi dan Parigi Moutong merupakan gempa bumi terdahsyat di Provinsi Sulteng pada 28 September 2018. Gempa berkekuatan 7,4 SR itu memicu tsunami dan likuifaksi.
Bencana ini menewaskan ribuan jiwa dan memporak-porandakan bangunan rumah, perkantoran, infrastruktur jaringan listrik, irigasi, jalan, jembatan, telekomunikasi, rumah ibadah dan sempat melumpuhkan perekonomian di wilayah-wilayah terdampak.
sumber: iNews.id