![]() |
Wakil Ketua KPK Basaria Panjaitan (Foto: Okezone) |
Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) membuka peluang menjerat Partai Golkar dengan pidana korporasi di kasus dugaan suap kesepakatan kerjasama proyek pembangunan PLTU Riau-1. KPK sendiri sedang mengembangkan kasus itu.
"Bisa saja (Partai Golkar dijerat pidana korporasi)," tegas Wakil Ketua KPK, Basaria Panjaitan di kantornya, Jalan Kuningan Persada, Jakarta Selatan, Senin (3/9/2018).
Adanya aliran dana untuk Munaslub tahun 2017 itu terkuak saat politikus Golkar Eni Maulani Saragih yang kini sudah ditetapkan sebagai tersangka membenarkan adanya aliran uang suap PLTU Riau-1 untuk Munaslub Golkar.
Eni mengaku, ada sebagian uang suap yang diterimanya sebesar Rp2 miliar mengalir untuk Munaslub. Saat Munaslub, Eni sendiri menjabat sebagai bendahara. Tak hanya itu, Eni juga belakangan ini membeberkan adanya perintah dari petinggi Partai Golkar untuk mengawal proyek mulut tambang itu.
KPK sedang mengumpulkan bukti-bukti untuk menjerat Partai Golkar di kasus ini. Namun, kata Basaria, pihaknya masih belum mengantongi kecukupan bukti untuk menjerat Partai Golkar. Kasus ini pun sedang pengembangan.
"Kalau itu, bisa kita buktikan itu bisa, tapi sampai sekarang belum. Sampai sekarang belum ada pembuktian itu dipakai atau tidak (untuk Munaslub). Itu masih dalam pengembangan," terangnya.
Sebelumnya, Wakil Ketua KPK, Alexander Marwata menyatakan, bahwa pihaknya telah siap membuktikan aliran uang dugaan suap proyek pembangunan PLTU Riau-1 ke Munaslub Partai Golkar meskipun banyak elite partai berlambang pohon beringin yang membantahnya ihwal tersebut.
"Ya semua orang boleh menyangkal, boleh membantah ya, tapi nanti kan akhirnya di pembuktian gitu kan," kata Wakil Ketua KPK, Alexander Marwata, beberapa waktu lalu.
Menurut Alex, pada saat proses pembahasan proyek PLTU Riau-1 itu Eni sedang menjabat Bendahara Munaslub Partai Golkar. Oleh karenanya, Alex menduga uang yang diterima Eni tidak bisa dipisahkan dengan acara Munaslub Partai Golkar.
"Itu digunakan untuk apa saja yang jelas bendahara umum dan yang bersangkutan sudah menyampaikan salah satunya digunakan untuk munaslub," jelasnya.
Eni sendiri diduga telah menerima uang suap untuk meloloskan proyek PLTU Riau-1 ke Blackgold Natural Resources Limited. Uang tersebut diterima Eni dalam kurun waktu November - Desember 2017 dari bos PT Blackgold Natural Resources Limited Johanes B Kotjo.
Dalam kurun waktu November - Desember 2017, kepemimpinan Golkar masih dibawah kendali Setya Novanto (Setnov). Peralihan kepemimpinan di tubuh partai berlambang pohon beringin itu terjadi saat Setnov ditetapkan sebagai tersangka dan ditahan KPK.
Setnov digantikan oleh Menteri Perindustrian Airlangga Hartarto dalam Munaslub pada pertengahan Desember 2017. Sebelum peralihan, Idrus Marham yang saat itu menjadi Sekretaris Jenderal Golkar ditunjuk sebagai Pelaksana tugas (Plt) Ketua Umum Golkar.
Sumber : okzone