![]() |
Erupsi Gunung Anak Krakatau. (Foto: iNews.id/Dok.)
|
"Pada saat kejadian 22 Desember, sensor-sensor ini juga merekam tetapi merekamnya bukan gempa bumi, dan sangat kecil memang, tidak ada manusia yang rasakan getaran itu," kata Kepala Pusat Gempa Bumi dan Tsunami BMKG, Rahmat Triyono, di Jakarta, Selasa (25/12/2018) malam.
Dengan memanfaatkan seismograf tersebut, dia berharap dapat memberikan peringatan kepada masyarakat di sekitar Selat Sunda. "Karena itu dengan seismograf yang dimiliki BMKG, dengan mengepung Gunung Anak Krakatau diharapkan bisa mencatat kalau satu sensor mencatat itu setelah diatur dia akan mengeluarkan alarm. Kalau dua minimal tiga kita bisa mengetahui di mana posisi, sumber getaran itu tadi. Apalagi kalau enam-enamnya mencatat," tuturnya.
Rahmat menyatakan, cara tersebut kemungkinan paling efektif untuk dilakukan saat ini karena potensi longsor Gunang Anak Krakatau masih mungkin terjadi. "Sehingga dengan kami bisa memonitor gerakan itu tadi, katakanlah pada 22 Desember kemarin setara dengan magnitudo 3,4. Kalau ini mungkin 3,4 sampai 3,5 ke atas bisa jadi BMKG memberikan peringatan untuk sekitar Selat Sunda," ucapnya.
Selama ini, kata dia, peringatan BMKG dengan magnitudo yang cukup signifikan di atas 7. "Karena ini goncangan tidak begitu besar bisa menimbulkan longsor maka dengan sekitar 3,4 sampai 3,5 kami akan berikan peringatan untuk sekitar Selat Sunda," ujarnya.
editor : redaksi
sumber : iNews.id