![]() |
Konferensi Pers Polda Jabar. (Foto: Iqbal Tawakal/kumparan) |
SUARAaktual.co | Bandung - Ditreskrimum Polda Jabar mengambil alih proses
pemeriksaan kasus pembakaran bendera bertuliskan klaimat tauhid, di Alun-alun
Limbangan, Kabupaten Garut.
Saat ini,
proses hukum persitiwa tersebut masih pada tahap prapenyelidikan. Artinya,
polisi masih belum menemukan unsur pidana dalam kasus ini.
Direktur
Reserse Kriminal Umum Polda Jabar Kombes Pol Umar Surya Fana menyebutkan, saat
ini masih ada tiga orang yang tengah diperiksa oleh polisi dalam kasus pembakaran
bendera. Tiga orang tersebut diantaranya, satu panitia upacara Hari Santri
Nasional di Limbangan dan dua orang yang melakukan pembakaran bendera.
“Sekarang
(ketiga orang itu) di Garut karena status mereka belum—boro boro—tersangka,
saksi saja masih berita acara interograsi. Karena masih proses lidik belum
sidik. Tadi malam masih di Mapolres Garut. Status hukum masih orang bebas dia
mau ke mana saja terserah enggak ada masalah,” ujar Umar saat sesi jumpa pers
setelah melakukan gelar perkara di Gedung Direskrimum Polda Jabar, Kota
Bandung, rabu (24/10).
Umar
menyebutkan, berdasarkan hasil gelar perkara, penyidik tidak menemukan unsur
kesengajaan yang dilakukan dua orang anggota Banser saat membakar bendera
berkalimat tauhid itu. Justru, polisi menilai apa yang dilakukan pembakar
bendera itu untuk menjalankan aturan bahwa dalam acara HSN di Limbangan itu
dilarang membawa bendera selain bendera merah putih.
“Karena
perbuatan tersebut perbuatan spontan yang dilakukan oleh oknum Banser yang
mendasari terhadap konsensus yang telah disepakati sebelumnya. Sampai hari ini
kami belum menemukan adanya mens rea (niat) atau sikap batin yang lain selain
menghilangkan bendera HTI itu. Kemudian ketika ada larangan maka mereka
melakukan pembakaran,” katanya.
Umar menjelaskan,
dasar penyidik menyebutkan bahwa pembakar bendera tak memilki niat melakukan
tindak pidana, salah satunya dibuktikan dari tak adanya bukti yang mengarah
pada aksi pembakaran. Seperti, tidak ada bukti yang menyebutkan pelaku
menyiapkan aksi pembakaran dengan membawa korek, atau bahan bakar minyak.
“Contoh
kalau dia punya niat bendera itu dibawa, kedua dia sudah nyiapkan korek,
bensin, kertas, mungkin rekan-rekan sudah lihat kertas juga susah yang ada
korek itu juga nyari-nyari. Itu menunjukan kespontanisan, sebatas itu saja,”
ujarnya.
Umar
mengatakan, penyidik justru akan lebih mendalami pihak yang membawa bendera
tersebut ke upacara HSN di Alun-alun Limbangan itu. Ia menyebutkan, orang yang
membawa bendera tersebut bisa menjadi pihak yang bertanggung jawab dalam
kekisruhan akibat pembakaran bendera ini.
“Justru kami
penyidik tertarik dengan adanya penyusup yang tidak ada dalam tamu undangan
upacara membekali diri dengan bendera HTI. Ini apakah butuh banyak yang harus
kita jawab dalam proses penyidikan ini,” ujar Umar.
Umar
menambahkan, bahwa orang yang membawa bendera tersebut ke upacara HSN itu
diduga bukan peserta yang secara resmi diundang panitia. Karena, menurutnya,
dalam upacara tersebut panitia hanya mengundang santri dan masyarakat dari tiga
kecamatan saja, yakni Kecamatan Limbangan, Malangbong, dan Leuwi Goong.
“Sehingga
kita bisa identifikasi orang ini bukan berasal dari tiga kecamtan yang memang
menjadi tamu dan peserta upacara,” katanya.
Ia pun
memastikan bahwa bendera yang dibakar tersebut merupakan bendera HTI. Sehingga,
penyidik berkesimpulan, tidak mempertimbangkan kalimat tauhid yang tertera
dalam bendera tersebut.
“Karakteristiknya
kan jelas itu seperti itu bendera HTI itulah kenapa kami melakukan obyeknya
adalah HTI,” katanya.
Seperti
diberitakan sebelumnya, peristiwa ini bermula saat adanya rekaman video yang
memperlihatkan sejumlah orang yang memggunakan seragam Banser tengah membakar
bendera berwarna hitam bertuliskan kalimat tauhid. Bendera tersebut identik
dengan bendera yang kerap digunakan Hizbut Tahrir. Pembakaran tersebut diduga
dilakukan di acara perayaan hari santri 2018 di Alun-alun Limbangan, Kabupaten
Garut, Senin (22/10).