![]() |
Wakil Ketua DPR RI Utut Adianto (Foto : Bayu Septianto) |
SUARAatual.co | Jakarta –
Tim penyidik Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) kembali memanggil Wakil Ketua DPR Utut Adianto, hari ini. Politikus Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan (PDI-P) tersebut sedianya akan diperiksa sebagai saksi terkait kasus dugaan suap proyek pembangunan Purbalingga Islamic Center yang menyeret Bupati non-aktif Tasdi.
Tim penyidik Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) kembali memanggil Wakil Ketua DPR Utut Adianto, hari ini. Politikus Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan (PDI-P) tersebut sedianya akan diperiksa sebagai saksi terkait kasus dugaan suap proyek pembangunan Purbalingga Islamic Center yang menyeret Bupati non-aktif Tasdi.
"Utut
Adianto, penjadwalan ulang sebagai saksi untuk tersangka TSD (Tasdi),"
kata Juru Bicara KPK, Febri Diansyah melalui pesan singkatnya, Selasa
(18/9/2018).
Pemanggilan Utut sebagai saksi di kasus suap yang
menyeret Bupati non-aktif Purbalingga, Tasdi, merupakan penjadwalan ulang dari
pemeriksaan sebelumnya. Sebab, Utut mangkir pada panggilan pemeriksaan, Rabu,
12 September 2018.
Pada
panggilan sebelumnya, Utut beralasan sedang ada kegiatan lain sehingga tidak
bisa memenuhi pemeriksaan sebagai saksi. Sehingga, Utut pun dijadwalkan ulang
pemeriksaannya pada hari ini.
Belum diketahui, apa kaitan Utut dengan kasus dugaan suap
proyek pembangunan Purbalingga Islamic Center ini. Berdasarkan pantauan dan
dilansir dari Okezone, Utut belum
menghadiri panggilan pemeriksaan KPK pada pagi ini.
KPK
sebelumnya telah menetapkan Bupati non-aktif Purbalingga, Tasdi sebagai
tersangka. Tasdi diduga kuat menerima suap senilai Rp100 juta dari proyek
pembangunan Purbalingga Islamic Center tahap 2 dengan nilai proyek Rp22 miliar.
Selain
Tasdi, KPK juga menetapkan empat tersangka lain. Keempatnya ialah Kabag ULP
Pemkab Purbalingga Hadi Iswanto (HIS) serta tiga orang lain dari pihak swasta
yaitu Hamdani Kosen (HK), Librata Nababan (LN), dan Ardirawinata Nababan (AN).
Atas
perbuatannya, Tasdi dan Hadi selaku penerima suap dijerat dengan Pasal 12 huruf
a atau huruf b atau Pasal 11 dan Pasal 12 B Undang-Undang nomor 31 Tahun 1999
sebagaimana diubah dengan Undang-Undang nomor 20 Tahun 2001 juncto Pasal 55
ayat 1 ke-1 KUHP.
Sementara
itu, Hamdani, Librata, dan Ardirawinata sebagai pemberi suap dijerat dengan
Pasal 5 ayat 1 huruf atau huruf b atau Pasal 13 Undang-Undang nomor 31 Tahun
1999 sebagaimana diubah dengan Undang-Undang nomor 20 Tahun 2001 juncto Pasal
55 ayat 1 ke-1 KUHP.