SUARAaktual.co |Ternate - Saksi paslon gubernur dan wakil gubernur Maluku Utara AHM-RIVAI menolak hasil pleno rekapitulasi suara pada pemungutan suara ulang (PSU) di enam desa Kabupaten Halmahera Barat Halbar.
Penolakan hasil rekapitulasi perhitungan suara terjadi saat KPU Provinsi Malut mengambil alih hasil rekapitulasi di tingkat Provinsi.
“Kami dari paslon nomor urut 1 AHM-RIVAI menolak hasil rapat pleno rekapitulasi pemungutan suara ulang (PSU) pemilihan gubenur dan wakil gubernur di enam desa, Kabupaten Halmahera Barat,” ujar saksi AHM-RIVAI, Arifin Jafar di hadapan anggota KPU dan Bawaslu di ruang rapat pleno Halmahera Meeting Room, Grand Dafam Ternate, Minggu (21/10).
Menurutnya, pelaksanaan PSU yang dilakukan KPU pada enam desa di Halbar diluar dari perintah amar putusan mahkamah konsitusi.
“Lokasi PSU tidak sesuai dengan amar putusan mahkamah konstitusi, pertama nomenklatur Kecamatan Jailolo Timur itu tidak ada, yang ada hanyalah Kao Teluk Halmahera Utara, dari nomenklatur itu saja KPU sudah melanggar ketentuan yang ada disebutkan dalam putusan sela mahkama konsitusi,” terangnya.
Selain itu, masih terdapat Daftar Pemilih Tetap (DPT) ganda, sebanyak 166 orang yang melakukan pencoblosan di beberapa TPS di Desa Akelamo, Bobaneigo dan Desa Pasir Putih di Halbar.
“Masa satu orang bisa mencoblos di tiga TPS, ini sangat mencedrai demokrasi kita. Apalagi terdapat sejumlah e-KTP ilegal, kemudian masih ada penggunaan hak pilih yang memilih gunakan KTP dan Suket pada TPS di enam desa tersebut, ini juga melanggar ketentuan amar putuusan MK,” tegas Arifin.
Saksi paslon AHM-Rivai menjelaskan, MK memerintahkan KPU untuk melakukan pencocokan dan penilitian (coklit), setelah coklit dilakukan berarti tidak ada lagi pemilih tambahan yang masuk dalam DPTb. Tetapi realitas di enam desa, masih ada pemilih tambahan yang menggunakan hak pilih diluar dari amar putus MK. Pasangan nomor urut 3 AGK-YA juga telah melakukan pelanggaran yang masif dan terstruktur yaitu money politik terhadap pemilih di enam desa dengan cara memberikan uang sebesar Rp 250 ribu per orang untuk memilih pasangan AGK-YA.
"Kami akan segera meminta KPU untuk memberikan dukungan data berupa C7-KWK, karena sangat penting bagi kami untuk membuat laporan ke MK, karena ada sinkronisasi jumlah DPT mau pun jumlah pemilih dan hasil perolehan suara. Di Desa Pasir Putih yang kita amati hampir selesai pencoblosan partisipasi pemilih sangat rendah, tapi saat rekap terakhir perhitungan suara, heran suaranya banyak sekali, ini orang dari mana dan saya sudah melihat C7-KWK itu ditulis satu orang penyelenggara,” terangnya.
Demikian tim AHM-Rivai juga menemukan banyaknya e-KTP yang dicetak Pemkab Halbar jelang atau H-2 pelaksanaan PSU di enam desa. KTP inilah digunakan warga untuk mendongkrak suara AGK-YA di enam desa versi Halbar, sehingga hasil perolehan suara di desa tersebut harus ditolak.
“Kita punya bukti dan ini dipakai untuk pencoblosan di TPS, pada hal yang bersangkutan DPT-nya di Halut tapi diterbitkan KTP Halbar untuk mencoblos suara di Halbar di Desa Pasir Putih. Ini sangat fatal, untuk itu kesepakatan kami melihat hasil ini dari tim paslon nomor urut 1 AHM-Rivai menolak hasil pleno rekapitulasi di enam desa di Halbar,” tegasnya (*San)