SUARAaktual.com | Pekanbaru - Masyarakat desa Bagan Melibur, Kecamatan Merbau, Kabupaten Kepulauan Meranti, Riau, kembali menemukan aktifitas penebangan hutan alam dan menggali kanal di area gambut pada kawasan itu. Aktifitas penebangan tersebut dilakukan oleh PT Riau Andalan Pulp and Paper (RAPP).
“Sudah hampir dua bulan ini, tepatnya sejak bulan puasa kemaren RAPP terus melakukan kerja mereka di desa kami, mereka menumbang pohon-pohon kayu yang ada di hutan dengan mengunakan alat berat, kemudian membersihkan sisa tumbangan pohon dan semak hingga rata. Selain itu perusahaan juga membuat kanal besar dengan menggali gambut. RAPP tidak hanya menggarap hutan tapi juga tanah olahan masyarakat Desa Bagan Melibur dan desa sekitarnya,” ungkap War seorang petani warga Desa Bagan Melibur, Rabu (27/07/2016).
War adalah warga dengan pekerjaan sehari-harinya sebagai petani. Dia juga sering mencari madu lebah dan berburu. Aktifitas itu sudah dia lakukan sejak lama. "Tapi sekarang semua sudah berubah. Madu lebah tidak lagi banyak seperti dulu apa lagi pelanduk atau kancil yang biasanya satu hari kami berburu bisa dapat 4-5 ekor sekarang 1 ekor pun payah. Hutan di tempat kami ni dah tinggal sedikit itupun masih mau digarap perusahaan, kehidupan kami makin sulit," tambah War.
Sumarjan, warga yang juga bermukim di desa itu mengakui juga telah melihat aktifitas penebangan yang dilakukan oleh PT RAPP. Menurut dia, apa yang telah dilakukan oleh perusahaan itu sama saja dengan menggali pemerintah dan tidak penting. Padahal, dalam Surat Menteri Lingkungan Hidup Dan Kehutanan yang dikeluarkan pada tanggal 3 November 2015, sudah jelas melarang perusahaan melakukan aktifitas penebangan hutan alam dan penggalian kanal. Surat itu bahkan sudah diterima oleh seluruh pimpinan perusahaan HTI.
Masyarakat bersama dengan Kepala Desa Bagain Melibur, BPD, Kepala Dusun dan RT sudah berusaha menemui pihak perusahaan dan meminta agar perusahaan RAPP menghentikan aktifitas itu, namun hingga saat ini tidak mendapat respon sama sekali.
"Ketika kami datang kelokasi yang perusahaan garap mereka berhenti kerja tapi ketika kami pulang mereka kembali kerja, sama persis seperti pencuri” kata Sumarjan.
Hingga saat ini aktifitas perusahaan milik Taipan itu masih melakukan aktifitas tersebut. Pihak desa juga sudah membuat laporan ke Pemerintah Kabupaten Kepulauan Meranti, melalui Kepala Dinas Kehutanan dan Perkebunan, Makmun Murod.
Dikabarkan pula bahwa Murod juga sudah melihat secara langsung aktifitas dan lokasi penebangan hutan alam dan pembuatan kanal di area gambut tersebut. Sementara itu dari pihak desa sendiri sudah melakukan laporan ke Kementrian Lingkungan Hidup Dan Kehutanan di Jakarta memalui surat resmi yang dikeluarkan desa. Namun hingga sekarang belum ada kejelasan.
"Kita sangat berharap pemerintah cepat menanggapi sebelum semua hutan dan lahan di desa kami digarap paksa oleh RAPP,” Pungkas Sumarjan.
Desa Bagan Melibur ini sebenarnya sudah dikeluarkan dari areal konsesi PT. Riau Andalan Pulp and Paper (RAPP) group dari APRIL. Itu tertuang didalam SK.180/Menhut-II/2014 yang merupakan addendum dari izin IUPHHK HTI sebelumnya Nomor.327/Menhut-II/2009. Kemudian APRIL Group itu juga memiliki komitmen SFMP 2.0 untuk pengelolaan hutan berkelanjutan, didalam komitmen tersebut menjabarkan komitmen untuk tidak menebang hutan alam, tidak menggali gambut dan berlaku baik terhadap masyarakat dengan menghormati hak-hak masyarakat.
“Sudah hampir dua bulan ini, tepatnya sejak bulan puasa kemaren RAPP terus melakukan kerja mereka di desa kami, mereka menumbang pohon-pohon kayu yang ada di hutan dengan mengunakan alat berat, kemudian membersihkan sisa tumbangan pohon dan semak hingga rata. Selain itu perusahaan juga membuat kanal besar dengan menggali gambut. RAPP tidak hanya menggarap hutan tapi juga tanah olahan masyarakat Desa Bagan Melibur dan desa sekitarnya,” ungkap War seorang petani warga Desa Bagan Melibur, Rabu (27/07/2016).
War adalah warga dengan pekerjaan sehari-harinya sebagai petani. Dia juga sering mencari madu lebah dan berburu. Aktifitas itu sudah dia lakukan sejak lama. "Tapi sekarang semua sudah berubah. Madu lebah tidak lagi banyak seperti dulu apa lagi pelanduk atau kancil yang biasanya satu hari kami berburu bisa dapat 4-5 ekor sekarang 1 ekor pun payah. Hutan di tempat kami ni dah tinggal sedikit itupun masih mau digarap perusahaan, kehidupan kami makin sulit," tambah War.
Sumarjan, warga yang juga bermukim di desa itu mengakui juga telah melihat aktifitas penebangan yang dilakukan oleh PT RAPP. Menurut dia, apa yang telah dilakukan oleh perusahaan itu sama saja dengan menggali pemerintah dan tidak penting. Padahal, dalam Surat Menteri Lingkungan Hidup Dan Kehutanan yang dikeluarkan pada tanggal 3 November 2015, sudah jelas melarang perusahaan melakukan aktifitas penebangan hutan alam dan penggalian kanal. Surat itu bahkan sudah diterima oleh seluruh pimpinan perusahaan HTI.
Masyarakat bersama dengan Kepala Desa Bagain Melibur, BPD, Kepala Dusun dan RT sudah berusaha menemui pihak perusahaan dan meminta agar perusahaan RAPP menghentikan aktifitas itu, namun hingga saat ini tidak mendapat respon sama sekali.
"Ketika kami datang kelokasi yang perusahaan garap mereka berhenti kerja tapi ketika kami pulang mereka kembali kerja, sama persis seperti pencuri” kata Sumarjan.
Hingga saat ini aktifitas perusahaan milik Taipan itu masih melakukan aktifitas tersebut. Pihak desa juga sudah membuat laporan ke Pemerintah Kabupaten Kepulauan Meranti, melalui Kepala Dinas Kehutanan dan Perkebunan, Makmun Murod.
Dikabarkan pula bahwa Murod juga sudah melihat secara langsung aktifitas dan lokasi penebangan hutan alam dan pembuatan kanal di area gambut tersebut. Sementara itu dari pihak desa sendiri sudah melakukan laporan ke Kementrian Lingkungan Hidup Dan Kehutanan di Jakarta memalui surat resmi yang dikeluarkan desa. Namun hingga sekarang belum ada kejelasan.
"Kita sangat berharap pemerintah cepat menanggapi sebelum semua hutan dan lahan di desa kami digarap paksa oleh RAPP,” Pungkas Sumarjan.
Desa Bagan Melibur ini sebenarnya sudah dikeluarkan dari areal konsesi PT. Riau Andalan Pulp and Paper (RAPP) group dari APRIL. Itu tertuang didalam SK.180/Menhut-II/2014 yang merupakan addendum dari izin IUPHHK HTI sebelumnya Nomor.327/Menhut-II/2009. Kemudian APRIL Group itu juga memiliki komitmen SFMP 2.0 untuk pengelolaan hutan berkelanjutan, didalam komitmen tersebut menjabarkan komitmen untuk tidak menebang hutan alam, tidak menggali gambut dan berlaku baik terhadap masyarakat dengan menghormati hak-hak masyarakat.
Editor : Amex
Sumber : Bertuahpos.com