"Yang bersangkutan akan diperiksa sebagai saksi untuk BS," kata Juru bicara KPK, Febri Diansyah, Selasa, 11 Desember 2018.
Ini merupakan kesekian kali kalangan legislatif Bekasi diperiksa KPK dalam kasus suap terkait megaproyek properti tersebut. Sebelumnya, KPK pernah memeriksa anggota DPRD Kabupaten Bekasi Sulaeman dan Wakil Ketua DPRD Kabupaten Bekasi Jejen Sayuti. Namun Jejen diketahui mangkir dari pemeriksaan tersebut.
KPK menyatakan perlu memeriksa legislator Bekasi itu untuk mengonfirmasi pembahasan rencana tata ruang oleh DPRD terkait proyek pembangunan seluas 500 hektar tersebut. Sebab, untuk areal proyek seluas itu diduga perlu melakukan revisi peraturan daerah. "Tentu saja hal tersebut membutuhkan otoritas atau kewenangan dari DPRD," kata Febri.
Dalam kasus ini, KPK menetapkan Bupati Bekasi nonaktif Neneng Hasanah Yasin dan Sahat serta tiga pejabat dinas di Kabupaten Bekasi menjadi tersangka suap. KPK menduga mereka menerima komitmen fee Rp 13 miliar untuk memuluskan proses perizinan proyek Meikarta.
Sejauh ini, KPK telah mengidentifikasi adanya dugaan proyek Meikarta dibangun sebelum perizinan rampung. Munculnya dugaan itu, berawal dari temuan adanya penanggalan mundur (backdate) dalam sejumlah dokumen perizinan Meikarta.
Dokumen yang dimaksud adalah sejumlah berkas rekomendasi yang menjadi syarat penerbitan Izin Mendirikan Bangunan (IMB), perizinan lingkungan, pemadam kebakaran dan lain-lain. KPK menduga penanggalan dalam dokumen tersebut dibuat mundur alias tidak sesuai dengan tanggal penerbitan dokumen.
Dalam kasus ini, KPK menetapkan Bupati Bekasi Neneng Hasanah Yasin dan empat pejabat dinas di Kabupaten Bekasi menjadi tersangka suap untuk memuluskan perizinan proyek Meikarta. KPK menyangka suap diberikan oleh Direktur Operasional Lippo Group Billy Sindoro, dua konsultan dan satu pegawai Lippo Group. KPK menyangka suap tersebut diberikan oleh Direktur Operasional Lippo Group Billy Sindoro dan tiga bawahannya.
sumber : tempo.co