![]() |
Wakil Ketua Umum MUI Zainut Tauhid Sa'adi. (Foto: Dok. Wiki DPR) |
SUARAaktual.co |
Jakarta - Gempa
berkekuatan 7,4 magnitudo dan tsunami menghantam Donggala dan Palu pada Jumat
(28/9). Tentunya, gempa dan tsunami itu tak sedikit menimbulkan korban jiwa.
Terakhir, Polda Sulawesi Tengah merilis, sebanyak 925 korban gempa dan tsunami
yang meninggal dunia.
Gempa dan tsunami ini banyak menelan korban jiwa yang
jumlahnya cukup banyak. Bahkan, dari berita terakhir setelah 3 hari kejadian
gempa dan tsunami, masih ada jenazah korban gempa yang terlantar di halaman
Rumah Sakit Undata, Kota Palu.
Jenazah-jenazah tersebut belum terurus dengan baik.
Aroma tidak sedap pun mulai keluar dan dikhawatirkan akan menimbulkan penyakit.
Untuk itu Majelis Ulama Indonesia mengeluarkan imbauan agara jenazah korban
gempa dan tsunami tersebut segera dikuburkan dengan tidak meninggalkan syariat.
Berikut imbauan MUI tersebut yang diterima kumparan
dari Wakil Ketua Umum MUI Zainut Tauhid Sa'adi melalui keterangan persnya,
Selasa (2/10).
"MUI banyak mendapat pertanyaan dari masyarakat
tentang bagaimana mengurus jenazah dalam keadaan darurat," kata Zainut.
![]() |
Proses pemakaman masal jenazah korban gempa dan tsunami di Palu, Sulawesi Tengah. (Foto: AFP/BAY ISMOYO) |
Dalam ketentuan fatwa MUI tentang Pengurusan Jenazah
(Tajhiz al-Janaiz) dalam kondisi darurat, pertama pada dasarnya, dalam keadaan
normal, mayat (jenazah) wajib dimandikan, dikafani, disalatkan, dan dikuburkan,
menurut tata cara yang telah ditentukan menurut syariat Islam.
Kedua, dalam keadaan darurat di mana pengurusan
(penanganan) jenazah tidak mungkin memenuhi ketentuan syariat seperti di atas,
maka pengurusan jenazah dilakukan sebagai berikut:
1. Memandikan dan mengkafani: Jenazah boleh tidak dimandikan; tetapi, apabila memungkinkan sebaiknya diguyur sebelum penguburan. Pakaian yang melekat pada mayat atau kantong mayat dapat menjadi kafan bagi jenazah yang bersangkutan walaupun terkena najis.
2. Mensalatkan Jenazah sesudah dikuburkan walaupun dari jarak jauh (shalat ghaib), dan boleh juga tidak disalati menurut qaul mu’tamad (pendapat yang kuat).
3. Menguburkan jenazah, jenazah korban wajib segera dikuburkan. Jenazah boleh dikuburkan secara massal dalam jumlah yang tidak terbatas, baik dalam satu atau beberapa liang kubur, dan tidak harus dihadapkan ke arah kiblat. Penguburan secara massal tersebut boleh dilakukan tanpa memisahkan jenazah laki-laki dan perempuan; juga antara muslim dan non-muslim. Jenazah boleh langsung dikuburkan di tempat jenazah ditemukan.
2. Mensalatkan Jenazah sesudah dikuburkan walaupun dari jarak jauh (shalat ghaib), dan boleh juga tidak disalati menurut qaul mu’tamad (pendapat yang kuat).
3. Menguburkan jenazah, jenazah korban wajib segera dikuburkan. Jenazah boleh dikuburkan secara massal dalam jumlah yang tidak terbatas, baik dalam satu atau beberapa liang kubur, dan tidak harus dihadapkan ke arah kiblat. Penguburan secara massal tersebut boleh dilakukan tanpa memisahkan jenazah laki-laki dan perempuan; juga antara muslim dan non-muslim. Jenazah boleh langsung dikuburkan di tempat jenazah ditemukan.
Sumber
: kumparan